Blogger templates
Selasa, 30 Agustus 2011
Disini Saya akan me-copast pengertian HISAB dan RUKYAT dari situs id.wikipedia.com
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Hisab
'Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Tuhan memang sengaja menjadikan matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
Rukyat
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.
Namun demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat. [1]
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut
Kriteria Penentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Berikut adalah beberapa kriteria yang digunakan sebagai penentuan awal bulan pada Kalender Hijriyah, khususnya di Indonesia:
Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada Hadits Nabi Muhammad:
- Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah.
Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
Imkanur Rukyat MABIMS
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
- Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
- Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip Imkanur-Rukyat digunakan antara lain oleh Persis
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda
Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.
Perbedaan Kriteria
Metode penentuan kriteria penentuan awal Bulan Kalender Hijriyah yang berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali. Pada tahun 1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab Saudi, yang yang Sabtu (4 April) sesuai hasil rukyat NU, dan ada pula yang Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat. Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada tahun 1993 dan 1994. Namun demikian, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada keyakinan dan kemantapan masing-masing, serta mengedepankan toleransi terhadap suatu perbedaan.
Lihat pula
Referensi
- (Indonesia) Situs Rukyatul Hilal Indonesia
- Moon Calculator Program & Documentation, oleh Dr. Monzur Ahmed, 2001
- ^ The Danjon Limit is French astronomer AndrĂ© Danjon's estimate of the smallest angular separation (center to center) between Sun and Moon at which a lunar crescent can be seen. Danjon set the value at about 7° based on the crescent observations available to him in the early 1930's. Despite the obvious difficulties of accurately interpreting a dim and slender Moon in a bright twilight sky, Danjon felt that the inability to detect crescents at smaller elongations was an intrinsic property of the Moon caused by the roughness of the lunar terrain preventing any direct sunlight striking the Moon's surface from being seen at smaller angles (even under the best of circumstances). More recent observations suggest, contrary to Danjon's conclusion, that this is mostly a perceptual problem, and that the sunlit crescent does not actually vanish (at least not at this angle) Danjon Limit.
Pranala luar
- (Inggris) Moonsighting.com - Situs mengenai pengamatan visibilitas bulan
- (Inggris) Hilalsighting.com
- (Inggris) Starrynight Pro - Perangkat lunak visibilitas bulan (dilengkapi visualisasi/simulasi)
- (Inggris) Accurate Times - Perangkat lunak terintegrasi untuk menghitung dan menentukan waktu pada aplikasi ibadah sehari-hari
- (Inggris) MoonCalc - Perangkat lunak di bawah DOS mengenai bulan
Senin, 29 Agustus 2011
Atasi Perbedaan, Perlu Fiqh Sosial untuk Tentukan 1 Syawal
Penetapan 1 Syawal 1432 hijriah tahun ini di antara organisasi kemasyarakatan Islam diprediksi akan berbeda. Muhammadiyah dan Persis sudah menetapkan hari apa 1 Syawal akan jatuh. Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Selasa (30/8); sedangkan Persis pada Rabu (31/8). Padahal kedua Ormas ini sama-sama menggunakan metode wujudul hilal.
Kedua Ormas Islam ini berbeda dalam menentukan hari karena berbeda dalam penentuan derajat hilal di atas ufuk. Bagi Muhammadiyah, hilal sudah dinilai ada atau wujudul hilal, cukup di atas ufuk. Sedangkan Persis, awal bulan ditentukan setelah hilal empat derajat di atas ufuk.
Berbeda dengan kedua Ormas di atas, Nahdlatul Ulama sampai saat ini belum menentukan pada hari apa 1 Syawal atau awal bulan jatuh. Ormas ini menggunakan metode rukyat hakiki atau melihat bulan dengan kasat mata. Dan ini baru bisa ditentukan setelah habis bulan. Artinya, NU baru bisa menetapkan awal bulan pada Senin malam. Bila Senin malam tidak tampak maka dipastikan Lebaran hari Rabu.
"Perbedaan 1 syawal 1432 Hijirah ini tidak perlu dipersoalkan," kata Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia Amirsyah Tambunan ketika dihubungi lewat sambungan telepon sesaat lalu.
Namun persoalan ini menjadi masalah, ketika tidak disikapi dengan cara pandang yang tidak sesuai dengan cara pandang figh sosial. Figh sosial di dalam filsafat dimasukkan pada kategori wajar (aksiologi).
Menurut Amirsyah, untuk mengatasi penafsiran secara fiqh yang parsial, seperti cara pandang yang berbeda dalam melihat bulan, diperlukan tafsir sosial. Yakni mengintegralkan perhitungan awal bulan (hisab) dan melihat (rukyat) bulan.
"Misalnya ketika menurut hisab posisi bulan di bawah 2 derajat, maka sulit melihat bulan (imkanurrukyah) saat matahari terbenam. Akan tetapi implikasi perputaran bumi mengelilingi matahari dan bulan, maka esok harinya posisi bulan telah jelas kelihatan. Maka jatuh hukumnya wajib berbuka puasa tanggal 30 Agustus 2011," ungkapnya.
"Sementara bagi mazhab rukyah tidak menerima argumen tersebut. Untuk itu diperlukan komitmen kebersamaan yang mengutamakan kepentingan persatuan dan kesatuan, melalui mazhab fiqih sosial lintas mazhab," harapnya. [zul]
Kedua Ormas Islam ini berbeda dalam menentukan hari karena berbeda dalam penentuan derajat hilal di atas ufuk. Bagi Muhammadiyah, hilal sudah dinilai ada atau wujudul hilal, cukup di atas ufuk. Sedangkan Persis, awal bulan ditentukan setelah hilal empat derajat di atas ufuk.
Berbeda dengan kedua Ormas di atas, Nahdlatul Ulama sampai saat ini belum menentukan pada hari apa 1 Syawal atau awal bulan jatuh. Ormas ini menggunakan metode rukyat hakiki atau melihat bulan dengan kasat mata. Dan ini baru bisa ditentukan setelah habis bulan. Artinya, NU baru bisa menetapkan awal bulan pada Senin malam. Bila Senin malam tidak tampak maka dipastikan Lebaran hari Rabu.
"Perbedaan 1 syawal 1432 Hijirah ini tidak perlu dipersoalkan," kata Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia Amirsyah Tambunan ketika dihubungi lewat sambungan telepon sesaat lalu.
Namun persoalan ini menjadi masalah, ketika tidak disikapi dengan cara pandang yang tidak sesuai dengan cara pandang figh sosial. Figh sosial di dalam filsafat dimasukkan pada kategori wajar (aksiologi).
Menurut Amirsyah, untuk mengatasi penafsiran secara fiqh yang parsial, seperti cara pandang yang berbeda dalam melihat bulan, diperlukan tafsir sosial. Yakni mengintegralkan perhitungan awal bulan (hisab) dan melihat (rukyat) bulan.
"Misalnya ketika menurut hisab posisi bulan di bawah 2 derajat, maka sulit melihat bulan (imkanurrukyah) saat matahari terbenam. Akan tetapi implikasi perputaran bumi mengelilingi matahari dan bulan, maka esok harinya posisi bulan telah jelas kelihatan. Maka jatuh hukumnya wajib berbuka puasa tanggal 30 Agustus 2011," ungkapnya.
"Sementara bagi mazhab rukyah tidak menerima argumen tersebut. Untuk itu diperlukan komitmen kebersamaan yang mengutamakan kepentingan persatuan dan kesatuan, melalui mazhab fiqih sosial lintas mazhab," harapnya. [zul]
NU Ngikut Pemerintah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku belum menetapkan tanggal 1 Ramadan 1433 Hijriah yang tinggal menghitung hari.
Demikian disampaikan oleh Rais 'Am PBNU KH Achmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus. "Belum (ditentukan)," ujarnya saat ditanya wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Gus Mus menjelaskan, penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal itu bisa menggunakan dua cara, yaitu metode rukyah atau melihat bulan dan metode hisab atau menghitung berdasarkan ilmu astronomi. Untuk metode rukyah ini bisa dilakukan pada saat menjelang akhir bulan Sya'ban. Sedangkan metode hisab sudah bisa dilakukan jauh-jauh hari.
"Ramadan itu mayoritas umat Islam di dunia menggunakan rukyah, tapi kalau ada yang menggunakan hisab enggak apa-apa. Kalau rukyah itu belum bisa sekarang, bisanya nanti pada akhir bulan Sya'ban. Kalau sekarang itu hisab namanya. Hisab itu artinya dihitung. Jadi hisab bisa dihitung jauh sebelum hari 1 Ramadan atau 1 Syawalnya itu menggunakan ilmu perbintangan," paparnya.
Menurut Gus Mus, selama ini NU selalu menggunakan rukyah untuk menetapakan awal bulan Syawal. "Rukyah itu belum bisa sekarang, bisanya nanti menjelang akhir bulan Sya'ban," terang Gus Mus.
NU dalam menentukan 1 Ramadhan menggunakan metode Rukyah yang sama dengan pemerintah. Oleh karena itu NU akan mengikuti 1 Ramadan dan 1 Syawal yang akan ditetapkan oleh pemerintah.
"NU mempunyai pendapat bahwa kita akan mengikuti pemerintah selama pemerintah menggunakan metode rukyah juga. Jadi tinggal tunggu pengumuman pemerintah saja. Karena, pertama memang itu haknya pemerintah menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Kedua, mereka menggunakan metode rukyah. Kalau NU kan selalu menggunakan rukyah, jadi selama pemerintah menggunakan dasar rukyah ya diikuti, " tandasnya.
Gus Mus menuturkan pada masa Rasulullah juga menggunakan metode rukyah. "Perhitungan (hisab) itu kan sejak zaman sekarang ini. Sejak zaman modern sudah bisa menghitung-hitung pakai ilmu perbintangan. Zaman Nabi dulu menggunakan dasar rukyah," ungkap Gus Mus. (ram)
Demikian disampaikan oleh Rais 'Am PBNU KH Achmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus. "Belum (ditentukan)," ujarnya saat ditanya wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Gus Mus menjelaskan, penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal itu bisa menggunakan dua cara, yaitu metode rukyah atau melihat bulan dan metode hisab atau menghitung berdasarkan ilmu astronomi. Untuk metode rukyah ini bisa dilakukan pada saat menjelang akhir bulan Sya'ban. Sedangkan metode hisab sudah bisa dilakukan jauh-jauh hari.
"Ramadan itu mayoritas umat Islam di dunia menggunakan rukyah, tapi kalau ada yang menggunakan hisab enggak apa-apa. Kalau rukyah itu belum bisa sekarang, bisanya nanti pada akhir bulan Sya'ban. Kalau sekarang itu hisab namanya. Hisab itu artinya dihitung. Jadi hisab bisa dihitung jauh sebelum hari 1 Ramadan atau 1 Syawalnya itu menggunakan ilmu perbintangan," paparnya.
Menurut Gus Mus, selama ini NU selalu menggunakan rukyah untuk menetapakan awal bulan Syawal. "Rukyah itu belum bisa sekarang, bisanya nanti menjelang akhir bulan Sya'ban," terang Gus Mus.
NU dalam menentukan 1 Ramadhan menggunakan metode Rukyah yang sama dengan pemerintah. Oleh karena itu NU akan mengikuti 1 Ramadan dan 1 Syawal yang akan ditetapkan oleh pemerintah.
"NU mempunyai pendapat bahwa kita akan mengikuti pemerintah selama pemerintah menggunakan metode rukyah juga. Jadi tinggal tunggu pengumuman pemerintah saja. Karena, pertama memang itu haknya pemerintah menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Kedua, mereka menggunakan metode rukyah. Kalau NU kan selalu menggunakan rukyah, jadi selama pemerintah menggunakan dasar rukyah ya diikuti, " tandasnya.
Gus Mus menuturkan pada masa Rasulullah juga menggunakan metode rukyah. "Perhitungan (hisab) itu kan sejak zaman sekarang ini. Sejak zaman modern sudah bisa menghitung-hitung pakai ilmu perbintangan. Zaman Nabi dulu menggunakan dasar rukyah," ungkap Gus Mus. (ram)
Persis Lebaran 31 Agustus, NU Tunggu Rukyat
Organisasi keagamaan Persatuan Islam (Persis) menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada 31 Agustus 2011. Menurut Pimpinan Persis Maman Abdurrahman, penetapan itu sesuai dengan almanak organisasi.
"Ketetapan itu sudah kami sebarkan ke semua pengurus cabang di daerah, media, dan pengumuman-pengumuman lain," kata dia ketika dihubungi Tempo, Sabtu malam, 27 Agustus 2011.
Menurut dia, untuk menetapkan tanggal Lebaran ada dua cara, yakni hisab (perhitungan) dan rukyatul hilal (melihat bulan muda di atas ufuk). Ia percaya pada 30 Agustus posisi hilal di atas ufuk, namun posisi itu masih berada di bawah 2 derajat. Kondisi itu, kata dia, menurut hadits disebut ghoiru imkanirrukyat atau belum mungkin hilal tampak.
Berdasar laporan dan data-data lembaga astronomi, kata dia, Persis meyakini pada hari berikutnya, 31 Agustus, posisi ketinggian hilal sudah di atas 2 derajat. Dengan kondisi itu, ia melanjutkan, rukyatul hilal atau melihat hilal sudah bisa dilakukan. Terlebih, hal itu juga sesuai dengan kesepakatan MABIM (Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam).
Sebelumnya, Muhammadiyah lebih dulu sudah menetapkan Lebaran jatuh pada 30 Agustus 2011. Pimpinan organisasi itu, Din Syamsuddin, menyatakan berdasar metode hisab hakiki atau perhitungan yang dilakukan oleh majelis tarjih, ijtimak akhir Ramadhan 1432 Hijriah akan terjadi pada 29 Agustus 2011 yang bertepatan dengan 29 Ramadhan 1432 H antara 10.04.03 WIB sampai pukul 10.05.16 WIB.
Pada saat itu, kata dia, matahari terbenam pada pukul 17.30.53 WIB dengan "hilal" (rembulan usia muda sebagai pertanda awal bulan/kalender) akan terlihat pada ketinggian 1 derajat 55 menit 11 detik hingga 2 derajat.
"Dengan tampaknya hilal ini, kesimpulannya pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 itu sudah merupakan awal Syawal untuk mengakhiri puasa Ramadan," kata dia.
Adapun menurut salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (NU) Slamet Effendi Yusuf, perbedaan itu hendaknya dihindari. Ia meminta masyarakat menunggu sidang isbat pada Senin, 29 Agustus 2011 nanti. NU sendiri, kata dia, hingga kini belum memutuskan kapan Lebaran, karena masih menunggu hasil rukyatul hilal. "Hasil rukyat nanti akan dipaparkan pada sidang isbat nanti," kata dia.
Kepala Badan Hisab dan Rukyah Kementerian Agama, Muhyidin Khazin, meminta masyarakat tidak risau dan bingung soal penetapan awal Lebaran tersebut. Menurut dia, itu hal biasa.
Tahun ini, kata dia, potensi Lebaran tidak serentak memang ada."Tapi semua harus disikapi dewasa. Kalau masyarakat bingung, tunggu saja ketetapan pemerintah nanti pada pada sidang isbat 29 Agustus," ujarnya.
Muhyidin mengimbuhkan, kendati Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal, sementara Nahdhatul Ulama (NU) belum karena menunggu hasil rukyah, menurut dia pemerintah tetap akan menunggu hasil sidang isbat. Pemerintah mengajak semua organisasi masyarakat itu menggelar Lebaran bersama-sama. "Itu kalau bisa. Tapi kalau tidak, ya tidak apa-apa, mereka punya alasan," kata dia.(muh.T)
"Ketetapan itu sudah kami sebarkan ke semua pengurus cabang di daerah, media, dan pengumuman-pengumuman lain," kata dia ketika dihubungi Tempo, Sabtu malam, 27 Agustus 2011.
Menurut dia, untuk menetapkan tanggal Lebaran ada dua cara, yakni hisab (perhitungan) dan rukyatul hilal (melihat bulan muda di atas ufuk). Ia percaya pada 30 Agustus posisi hilal di atas ufuk, namun posisi itu masih berada di bawah 2 derajat. Kondisi itu, kata dia, menurut hadits disebut ghoiru imkanirrukyat atau belum mungkin hilal tampak.
Berdasar laporan dan data-data lembaga astronomi, kata dia, Persis meyakini pada hari berikutnya, 31 Agustus, posisi ketinggian hilal sudah di atas 2 derajat. Dengan kondisi itu, ia melanjutkan, rukyatul hilal atau melihat hilal sudah bisa dilakukan. Terlebih, hal itu juga sesuai dengan kesepakatan MABIM (Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam).
Sebelumnya, Muhammadiyah lebih dulu sudah menetapkan Lebaran jatuh pada 30 Agustus 2011. Pimpinan organisasi itu, Din Syamsuddin, menyatakan berdasar metode hisab hakiki atau perhitungan yang dilakukan oleh majelis tarjih, ijtimak akhir Ramadhan 1432 Hijriah akan terjadi pada 29 Agustus 2011 yang bertepatan dengan 29 Ramadhan 1432 H antara 10.04.03 WIB sampai pukul 10.05.16 WIB.
Pada saat itu, kata dia, matahari terbenam pada pukul 17.30.53 WIB dengan "hilal" (rembulan usia muda sebagai pertanda awal bulan/kalender) akan terlihat pada ketinggian 1 derajat 55 menit 11 detik hingga 2 derajat.
"Dengan tampaknya hilal ini, kesimpulannya pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 itu sudah merupakan awal Syawal untuk mengakhiri puasa Ramadan," kata dia.
Adapun menurut salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (NU) Slamet Effendi Yusuf, perbedaan itu hendaknya dihindari. Ia meminta masyarakat menunggu sidang isbat pada Senin, 29 Agustus 2011 nanti. NU sendiri, kata dia, hingga kini belum memutuskan kapan Lebaran, karena masih menunggu hasil rukyatul hilal. "Hasil rukyat nanti akan dipaparkan pada sidang isbat nanti," kata dia.
Kepala Badan Hisab dan Rukyah Kementerian Agama, Muhyidin Khazin, meminta masyarakat tidak risau dan bingung soal penetapan awal Lebaran tersebut. Menurut dia, itu hal biasa.
Tahun ini, kata dia, potensi Lebaran tidak serentak memang ada."Tapi semua harus disikapi dewasa. Kalau masyarakat bingung, tunggu saja ketetapan pemerintah nanti pada pada sidang isbat 29 Agustus," ujarnya.
Muhyidin mengimbuhkan, kendati Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal, sementara Nahdhatul Ulama (NU) belum karena menunggu hasil rukyah, menurut dia pemerintah tetap akan menunggu hasil sidang isbat. Pemerintah mengajak semua organisasi masyarakat itu menggelar Lebaran bersama-sama. "Itu kalau bisa. Tapi kalau tidak, ya tidak apa-apa, mereka punya alasan," kata dia.(muh.T)
Langganan:
Postingan (Atom)