Blogger templates

Sabtu, 17 September 2011

ISLAM LIBERAL


Pengertian Islam
Seperti yang penulis ungkapkan diatas bahwa Islam berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna Khudu’, Inqiyad yang berarti ketundukan dan kepasrahan. Secara istilah, Islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. untuk disampaikan kepada ummatnya. lebih luas lagi bisa kita artikan Islam adalah bersaksi bahwa Allah SWT. Serta patuh terhadap apa yang dibawa dari Allah SWT. Definisi ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari sahabat Qatadah :
“Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan mengakui apa yang dibawa dari Allah SWT. Dan itu adalah agama Allah yang Ia syariatkan bagi diri-Nya dan Ia utus bersama agama tersebut rasul-rasulnya, dan Ia tunjuk atas agama tersebut pemimpin-pemimpinnya, tidak diterima agama selainnya, dan tidak diberi balasan kecuali dengannya (Islam).”[3]
Jadi jelas dari hadits diatas bisa kita simpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT. dengan segala hukum-hukum yang menyertainya, yang harus dilaksanakan oleh seseorang yang telah masuk kedalam agama Islam.
Semua umat Islam tahu bahwa Islam adalah agama yang komfrehensif, yang syumul mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan kita. Tidak ada hal yang tidak diatur dalam Islam. Dan Islam adalah agama yang satu.
Islam Liberal dari masa ke masa
Menurut Owen Chadwik Kata “Liberal” secara harfiah artinya bebas (free) dan terbuka, artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint).[4] Seandainya kita sifatkan dengan kata Islam berarti Islam yang bebas dan terbuka. Kita akui dalam Islam memang tidak ada paksaan namun bukan berarti bebas secara total. ‘Islam’ itu sendiri memiliki makna “pasrah”, tunduk kepada Allah dan terikat dengan hukum-hukum yang dibawa Muhammad SAW. Dalam hal ini, Islam tidak bebas. Tetapi disamping Islam tunduk kepada Allah SWT, Islam sebenarnya membebaskan manusia dari belenggu peribadatan kepada manusia atau makhluk lainnya. Jadi, bisa disimpulkan Islam itu “bebas” dan “tidak bebas”.[5]
“Islam Liberal” adalah istilah Charles Kurzman dalam bukunya yang terkenal Liberal Islam: A Source Book.(Edisi Indonesia: Wacana Islam Liberal) Penggunaan istilah ini sendiri, seperti diakui Kurzman, pernah dipopulerkan oleh Asaf Ali Asghar Fyzee (1899-1981), Intelektual Muslim-India, sejak tahun 1950-an. Mungkin Fyzee orang pertama yang menggunakan istilah “Islam Liberal.”[6]
Entah mengapa Charles Kurzman dalam bukunya tersebut, memulai pengantarnya dengan membantah istilah Islam Liberal yang sebenarnya adalah judul bukunya sendiri. Menurutnya, istilah “Islam Liberal” mungkin terdengar seperti sebuah kontradiksi dalam peristilahan (a contradiction in terms). Tetapi diakhir tulisannya Ia bilang bahwa istilah Islam Liberal itu tidak kontradiktif. Namun tetap saja di dalam bukunya masih ada kerancuan disana-sini.
Banyak sekali istilah Islam Liberal beredar, namun seiring dengan banyaknya para pemikir Islam yang memakai istilah ini, jarang sekali yang menjelaskan secara rinci apa itu “Islam Liberal”. Bahkan Kurzman sendiri yang telah menulis sebuah buku dengan memakai istilah tersebut tidak menjelaskan secara jelas apa yang Ia maksudkan dengan “Islam Liberal”. Bahkan Fyzee pun mempunyai istilah lain untuk “Islam Liberal” yaitu “Islam Protestan”. Menurut Luthfie Assyaukanie, salah seorang pengajar Universitas Paramadina Mulya, Dengan istilah ini (“Islam Protestan” atau “Islam Liberal”), Fyzee ingin menyampaikan pesan perlunya menghadirkan wajah Islam yang lain: Islam yang non-ortodoks; Islam yang kompatibel terhadap perubahan zaman; dan Islam yang berorientasi ke masa depan dan bukan ke masa silam.[7]
Menurut Luthfie juga, istilah “Islam Liberal” mulai dipopulerkan sejak tahun 1950-an. Di Timur Tengah, akar-akar gerakan liberalisme Islam bisa ditelusuri hingga awal abad ke-19, ketika apa yang disebut “gerakan kebangkitan” (harakah al-nahdhah) di kawasan itu secara hampir serentak dimulai. Di Indonesia sendiri mulai timbul sekitar Tahun 1980-an yang dibawa oleh tokoh utama dan sumber rujukan utama komunitas Islam Liberal Indonesia, Nurcholish Madjid. Meski Cak Nur tidak pernah menggunakan istilah tersebut dalam gagasan-gagasan pemikiran Islamnya, tetapi ia tidak menentang ide-ide Islam Liberal.
Karna itu istilah Islam Liberal tidak beda halnya dengan gagasan-gagasan pemikiran Islamnya Cak Nur beserta kelompoknya yang tidak setuju dengan pemberlakuan syariat Islam (secara formal dalam Negara) serta yang selalu menyuarakan sekularisme, emansipasi wanita, persamaan satu agama dengan agama yang lain (pluralisme theologies), dan lain sebagainya.
Sampai sekarang komunitas Islam Liberal makin melebarkan sayapnya hingga ke perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Dampak hadirnya Islam Liberal kita bisa lihat lewat peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti penghinaan terhadap Tuhan (Allah), penyalahgunaan tafsir alqur’an yang mengandalkan akal semata, sampai kesalahan dalam menerapkan syari’at Islam.
Misi Islam Liberal
Langkah awal Islam Liberal adalah mula-mula mengacaukan istilah-istilah. Mendiang Prof. DR. Harun Nasution, direktur Pasca Sarjana IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Jakarta, berhasil mengelabui para mahasiswa perguruan tinggi Islam di Indonesia, dengan cara mengacaukan istilah. Yaitu memposisikan orang-orang yang nyeleneh sebagai pembaharu. Di antaranya Rifa’at At-Thahthawi (orang Mesir alumni Paris yang menghalalkan dansa laki perempuan secara Ikhtilath), oleh Harun Nasution diangkat-angkat sebagai pembaharu dan bahkan dibilang sebagai pembuka pintu ijtihad. Hingga posisi penyebar faham menyeleweng itu justru didudukkan sebagai pembaharu atau modernis (padahal penyeleweng agama).[8] Pengacauan istilah itu dilanjutkan pula oleh tokoh utama JIL yakni Nurcholish Madjid. Dia menggunakan cara-cara Darmogandul dan Gatoloco, yaitu sosok penentang dan penolak syari’at Islam di Jawa yang memakai cara: Mengembalikan istilah kepada bahasa, lalu diselewengkan pengertiannya.
Islam Liberal menyebarkan faham yang menjurus kepada pemurtadan. Yaitu sekulerisme, inklusifisme, dan pluralisme agama. Sekulerisme adalah faham yang menganggap bahwa agama itu tidak ada urusan dengan dunia, negara dan sebagainya. Inklusifisme adalah faham yang menganggap agama kita dan agama orang lain itu posisinya sama, saling mengisi, mungkin agama kita salah, agama lain benar, jadi saling mengisi. Tidak boleh mengakui bahwa agama kita saja yang benar. (Ini saja sudah merupakan faham pemurtadan). Lebih-lebih lagi faham pluralisme, yaitu menganggap semua agama itu sejajar, paralel, prinsipnya sama, hanya beda teknis. Dan kita tidak boleh memandang agama orang lain dengan memakai agama yang kita peluk. (Ini sudah lebih jauh lagi pemurtadannya). Jadi faham yang disebarkan oleh komunitas Islam Liberal itu adalah agama syetan, yaitu menyamakan agama yang syirik dengan yang Tauhid.
Penghancuran Aqidah
Kalau kita sering membuka www.islamlib.com, maka tampak disana-sini banyak sekali lontaran pemikiran yang sangat bervariasi dari mulai akidah, syariah, sosial, budaya, bahkan politik. Dalam bidang akidah, kita akan melihat bahwa Islam Liberal mengusung teologi inklusif dan pluralis. Penyebaran pemikiran teologi inklusif dan pluralis ini sangat fatal akibatnya jika dibiarkan begitu saja karna pemikiran ini berimbas pada penhancuran akidah. Apalagi kalau yang mempropagandakan pemikiran tersebut adalah tokoh-tokoh agama, cendikiawan muslim, para kiai, dan aktivis organisasi Islam.
Menurut mereka sasaran yang sangat tepat untuk menyebarkan faham ini adalah para mahasiswa muda lewat perguruan-perguruan tinggi Islam, buktinya banyak kita lihat mahasiswa di perguruan-perguruan tinggi Islam yang sudah menerapkan pemikiran ini, bahkan mereka menganggap pemikiran yang di usung Islam Liberal adalah pemikiran yang harus diperjuangkan karna sesuai sekali dengan keadaan manusia jaman sekarang.
Parahnya mereka telah mengaburkan konsep “tauhid Islam” dengan menganggap semua inti agama itu sama (pluralisme). Padahal alqur’an sudah jelas menyatakan bahwa orang-orang kafir akan masuk neraka (Al-Bayyinah : 6), namun amatlah mengherankan kalau mereka (Islam Liberal) mengkampanyekan bahwa “inti semua agama” bahkan agama itu sendiri itu “sama”. Para pengusung faham “persamaan agama” ini biasanya menggunakan dalil Alqur’an surah Al-Baqoroh ayat 62 dan Al-Maa’idah ayat 69 untuk dijadikan pijakan.[9]
“Sessungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabi’in dan orang-orang Nashara, barangsiapa yang beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal sholeh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” [10]
Bisa dilihat dalam berbagai pendapat yang diungkapkan kaum inklusif-pluralis, ayat tersebut dianggap memberikan legitimasi, bahwa agama apa pun pada dasarnya adalah benar dan dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan. Bahkan mereka menganggap bahwa semua agama sama akan membawa manusia ke jalan keselamatan. Banyak sekali contoh-contoh lain dalam pengkaburan konsep tauhid Islam yang dilakukan oleh Islam Liberal, bahkan kadang lebih radikal lagi.
Penghancuran Syariat Islam
Salah satu misi penting Islam Liberal adalah penolakan syariat Islam khususnya dalam konteks kehidupan bernegara. Merujuk pada berbagai tulisan dan komentar di www.islamlib.com, dapat dipahami bahwa penolakan terhadap pemberlakuan syariat Islam di Indonesia salah satu isu dan misi pokok yang di emban kelompok Islam Liberal.[11]
Banyak sekali syariat-syariat Islam yang mereka rubah atas dasar tujuan mereka, misalnya saja dalam menafsirkan ayat-ayat alqur’an banyak sekali yang tidak sesuai dengan tafsir-tafsir ulama Islam lainnya, seperti menghalalkan nikah beda agama, seorang muslimah dengan laki-laki non-muslim, padahal sudah dijelaskan dalam alqur’an bahwa nikah beda agama dilarang. Parahnya lagi adalah mereka menghalalkan nikah sesama jenis dengan dalih saling cocok. Peristiwa ini pernah terjadi dan yang menikahkan adalah salah satu dosen perguruan tingi Islam di Indonesia.
Kalau kita sering membuka website Islam Liberal maka penyimpangan syariat Islam akan banyak kita temui, bahkan mereka sering kali mengadakan diskusi-diskusi di berbagai universitas misalnya, mereka menggunakan dalil-dalil yang mereka tafsirkan berdasarkan akal semata. Dengan mudahnya mereka menafsirkan ayat-ayat alqur’an tanpa mengetahui hal apa saja yang dibutuhkan seseorang dalam menafsirkan suatu ayat, sehingga menghasilkan hukum yang tidak jelas dan mentah. Namun banyak diantara kaum muslimin yang sudah mengadopsi dan mempraktekan syariat yang mereka buat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar